Senin, 16 Juni 2008

Meraih Syurga dan Janji Allah

Sebagai Muslim hendaknya kita menggunakan potensi diri untuk meraih dan mengejar janji dan ampunan-Nya.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari rabbmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertaqwa.Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan kesalahan orang.Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka.Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah ?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(QS.Ali Imram:133-135).

Kebanyakan manusia cenderung ingin mendapatkan kesenangan fan tak berujung. Mereka menghabiskan seluruh kesempatan hidupnya untuk sebuah pesta lomba menejar prestasi dunia, meraih popularitas, berbanyak-banyak harta dan keturunan, memburu kedudukan dan pangkat. Yah ! alangkah sempitnya dunia ini dengan type manusia seperti ini. Manusia-manusia yang sejak bangun dari tidurnya hingga tidur kembali hanya disibukan oleh dunia. Dunia dijadikan tujuan, bukan sarana, sehingga mereka terus berlomba untuk mengejarnya.

Dalam ayat di atas Allah telah menyediakan syuega dan ampunan-Nya untuk mereka yang bertaqwa. Diantara ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah :

Berinfaq dalam keadaan Lapang dan Sempit

Berinfaq tidak hanya terbatas pada harta saja, tetapi segala kelebihan yang ada pada diri kita. Baik berupa kekuatan, kemahiran atau tenaga. Semua itu adalah pemberian Allah SWT kepada setiap manusia. Oleh karena itu sebagai seorang Muslim hendaknya kita menggunakan potensi yang berhaga ini untuk meraih dan mengejar janji Allah dan ampunan-Nya yang besar yang berupa syurga dan segala kenikmatan-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :” Perumpamaan syurga yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa … “ ( QS. Ar-Ra’du 35 ).

Bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta, hendaklah harta itu disalurkan dan di infaqan kepada mereka yang berhak menerimanya (Mustahiq ).Denga niat yang bersih dan kelurusan sikap dalam membelanjakanya dijalan Allah maka akan terasa nikmatnya berinfaq.

Kalau kita perhatikan bentuk kedermawana Rasulullah saw dalam berinfaq, tak ada yang dapat mengunggulinya. Sampai-sampai pada bulan Ramadhan beliau lebih gemar lagi membelanjakan hartanya untuk infaq. Sehingga tak heran kalau sosok pribadi seperti beliau di juluki sebagai orang paling dermawan baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Demikian Rasulullah mencontohkan para sahabatnya tentang masalah in faq, mengingat beliau urgentnya membelanjakan harta di jalan Allah ( Fii Sabilillah ).

Kemudian di ayat lain Allah memerintahkan kepada kita untuk tidak bersifat kikir mamankala harta kekayaan kita melimpah ruah, karena sifat kikir itu tak akan mendatangkan keuntungan, justru sebaliknya. Firman Allah : “Ingatlah, kamu ini orang yang diseru untuk menafkahkan (hartamu)pada jalan Allah, maka diantara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirnya sendiri. Dan Allah lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan-Nya.”(QS.Muhammad 38 )

Mengendalikan amarah

Marah merupakan merupakan sifat yang tak mugkin terlepas dari manusia, karena yang demikian merupakan fitrah manusia. Namun walaupun demikian sifat marah ini harus di tempatkan pada proporsinya, jangan sampai dikendalikan untuk hal-hal yang buruk. Rasulullah saw mensinyalir dalam sebuah haditsnya:”Laa Taghdhab”( janganlah kau marah ). Rasulullah memerintahkan kepada seseorang yang sedang marah hendaklah segera berwudhu, karena ia datang dari syetan laknatullah. Dan syetan sendiripun diciptakan Allah dari api maka padamkan ia dengan air. Untuk itu maka seorang Muslim hendaklah menjadikan sabar sebagai senjata dalam menghadapi kemarahan. Dan sabar inilah yang langsung mendapatkan kesertaan/ pengawasan dari allah, sebagai Firman-Nya.

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”(QS.Al-Anfal:46).

Imam Asy-syahid abdulah’Azzam dalam satu bukunya Fit Tarbiyatil Jihad Wal Bina, mengatakan:”Kedudukan sabar dalam islam, bagaikan kepala dari jasad, karena tak ada jasad tanpa kepala. Demikian pula tidak ada agama kecuali dengan sabar.”

Betapa tinggi derajat orang-orang sabar disisi Allah. Yaitu mereka yang dapat mengendalikan dirinya dari amarah karena mengharap ridla Allah semata. Inilah yang disinyalir Allah dalam Al-Qur’an:”Sesungguhnya cukuplah bagi orang-orang sabar mereka pahala tanpa batas.”(QS.Azzumar:10)

Sikap Pemaaf kepada manusia

Seorang Muslim hendaklah memiliki jiwa pemaaf sebagai tanda orang mulia dan penyanyang. Sifat pemaaf ini termasuk salah satu sifat orang mukmin. Allah berfirman: “Tetapi ingatlah, siapa yang memaafkan dan mendamaikan, maka ganjarannya adalah (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang Zhlim.”

Mungkinkah seorang Muslim menjadi mulia apabila ia tidak memaafkan saudaranya? Mungkinkah seorang muslim menjadi hina karena ia bersabar menasihati saudaranya yang salah dan memaafkanya bila ia melakukan kesalahan dan kekeliruan? Bahkan seseorang akan mulia kalau ia mampu menyadari ‘aibnya sendiri.

Cara menutupi ‘aib dan memaafkan kesalahan saudara Muslim ini bukan berarti meninggalkan nasihat langsung kepada yang bersangkutan dengan cara diam-diam dan tidak berarti menggugurkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar jika salah seorang saudaranya terjerumus kedalam dosa. Sebab jika nasihat-menasihati karena Allah tidak jalan, maka kebaikan Ukhuwah Islamiyah tidak akan terwujud. Begitu pula tidak dilakukan saling tegur dan amar ma’ruf nahi munkar sesama saudara, ukhuwah tidak bernilai disisi Allah dan Syariat-Nya.

Dzikrullah Ketika Berhadapan dengan Ma’siat atau Berlaku Dzalim terhadap Diri Sendiri

Ma’siat adalah salah satu penyakit hati yang menyebankan terhalangnya seseorang masuk syurga. Banyak orang yang remeh terhadAp ma’siat, sehingga mudah terjerumus kedalam lingkaran syetan.

Manakala seseorang sadar akan pengawasan ketat dari Allah, maka tidak akan mudah baginya untuk berbuat ma’siat meskipun peluang begitu banyak untuk melakukanya. Ia akan terkendali dan waspada saat berhadapan dengan godaan-godaan dunia yang menggiurkan.

Bagi seorang Muslim hendaklah menyadari dirinya diawasi oleh Allah. Dari sini akan muncul dorongan hati untuk beramal baik dan tingkah laku yang terarah sesuai dengan Manhaj Rabbani. Orientasi hidupnya akan tertuju pada Allah semata. Benarlah apa yang disinyalir Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya:

“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, kalaupun engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”(Al-Hadits)

Diantara tingkatan orang yang bertaqwa adalah cepat ingat Allah (dzikrullah) tatkala terkena bisikan syetan, dan pada saat itu pulalah mereka melihat kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Firman Allah SWT :”Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka terkena bisikan syetan, mereka segera mengingat Allah, dan saat itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan mereka.”(QS.Al-Araf 201).

Itulah beberapa point dari ciri-ciri orang bertaqwa yang akan mendapatkan ampunan dan syurga Allah SWT.

Sifat-sifat inilah yang harus kita jadikan bekal untuk mendapatkan janji Allah tersebut. Kenapa mesti diperlambat??

Wallahu a’lam bish-wab


Tidak ada komentar: