Mempunyai hobi sebagai pemburu boleh-boleh saja. Karena kegiatan berburu
terkadang juga bisa membantu orang lain. Seperti ketika para petani
banyak yang mengeluhkan karena tanaman mereka dirusak babi hutan,
keberadaan pemburu bisa membantu petani untuk mengurangi populasi
binatang itu. Sehingga mereka tak mengganggu lagi ladang perkebunan
milik petani.
Hanya saja menjadi pemburu hendaknya jangan
semena-mena. Rasa peri kehewanan juga perlu ada, karena binatang juga
makhluk Tuhan. Selain juga pengalaman seorang pemburu yang kita panggil
saja namanya Dimas (ia tak mau mengungkapkan nama sebenarnya) tidak
menimpa Anda yang mungkin suka berburu.
Dimas yang saat ini
tinggal di Yogyakarta memang dulunya mempunyai hobi pemburu. Ia yang
merupakan anak pengusaha ternama di Kota Gudeg ini mempunyai segudang
pengalaman dalam berburu. Ia pernah menjelajahi hutan-hutan di Afrika
untuk berburu. Untuk Indonesia, boleh dikatakan semua hutan sudah
dijelajahi. Dari hutan di Kalimantan, Sumatera hingga berbagai hutan
perburuan di Jawa.
Sebagai pemburu, Dimas memang termasuk ulet.
Ibaratnya ia belum akan pulang kalau belum mendapatkan binatang buruan.
Tapi, Dimas juga dikenal sebagai pemburu yang sadis. Dia tidak peduli
dengan binatang yang diburu, baik itu binatang yang diperbolehkan diburu
atau yang tidak semua jadi sasaran. Termasuk binatang betina yang lagi
mengandung atau sedang membawa anak-anaknya mencari makan pun menjadi
sasaran.
Hanya saja gara-gara sering sadis itu, saat berburu di
satu hutan di Sumatera, Dimas pernah mengalami kejadian mistis yang
nyaris membuat nyawanya hilang. Kejadian itu terjadi saat ia berburu di
sana. Saat itu ia sempat membidik sepasang harimau yang tampaknya sedang
berkasih kasihan.
Ia yakin satu dari dua harimau ada yang kena. Yang satu lari sambil
mengaum marah. Sedang yang satu lagi tampak tewas seketika. Namun ketika
bersama dengan temannya menghampiri di tempat yang diperkirakan harimau
itu dilumpuhkan. Ia tidak melihat harimau yang telah dirobohkan. Bahkan
bekas tapak harimau juga tidak ada. Padahal bersama Bowo temannya ia
melihat sendiri bagaimana harimau itu roboh tak berdaya. Dan yang satu
lagi melarikan diri. Suara auman marah juga masih terdengar. Namun
binatang itu seperti lenyap ditelan bumi. Dimas mengajak kawannya untuk
mencari di mana harimau itu berada.
Insting berburu mengatakan kemungkinan harimau itu berada tak jauh dari
tempat itu. Namun temannya yang mempunyai naluri kalau harimau itu bisa
jadi merupakan harimau jadi-jadian berusaha mencegah.
Bowo mengajak pulang dengan alasan hari telah mulai malam.
"Tapi
jangan-jangan tadi harimau siluman. Apalagi hari mulai gelap, kita akan
tersesat dalam hutan ini nanti," alasan Bowo. "Ah… kamu ini… hidup di
zaman modern ini masih percaya takhayul. Orang-orang seperti kamu itu
yang menjadi penghambat kemajuan negeri ini. Negara lain sudah bisa
pergi ke bulan atau bikin pesawat modern, kamu ini masih seperti hidup
di jaman Majapahit," ledeknya.
Untuk masalah bantah membantah,
Dimas memang jagonya. Sedangkan Bowo sendiri tak begitu pandai bersilat
lidah. Apalagi Bowo juga penakut tak berani pulang sendiri, sehingga
akhirnya ia hanya bisa mengikuti saja kemauan Dimas. Mereka berdua terus
masuk ke hutan, suasana mulai gelap karena hari menjelang malam.
Namun
semakin masuk ke hutan belantara jejak harimau tak bisa diketemukan.
Dimas terus mengumpat-umpat. Dan kemudian mengajak pulang. Namun jalur
pulang tidak mereka dapatkan, padahal tadinya juga telah membuat tanda
khusus agar bisa mengenali jalan keluar hutan. Sampai larut malam mereka
masih tersesat dalam hutan. Dimas terus
mengumpat-umpat.
Bowo
semakin galau, apalagi perbekalan yang mereka bawa terbatas. Mereka
berdua baru lega ketika menemukan sebuah gubuk di hutan. Apalagi
terlihat ada lampu minyak terpasang di depan rumah, berarti kalau di
dalam gubuk
ada penghuninya.
"Kita mampir ke gubuk itu,
sekalian untuk istirahat dan nanti kita tanya pada pemiliknya nanti mana
jalan pulang," usul Bowo. Dimas yang tampak kelelahan hanya bisa
mengangguk. Mereka bergegas menuju ke pondok di tengah hutan itu. Dan
ternyata benar ada penghuninya, karena pintu ada yang membukanya.
Ternyata seorang tua yang berusia 80 tahunan. Di dalam juga tampak
seorang perempuan muda yang tampaknya baru menangis.
"Silakan Nak
masuk?" kata si pemilik dengan ramah. Dimas dan Bowo pun tampak lega,
paling tidak malam ini mereka bisa beristirahat dengan tenang. Apalagi
ketika mereka minta izin numpang menginap, Pak tua itu dengan ramah
mempersilakan.
"Boleh Nak, malah kami senang," katanya. Tak lama
kemudian minuman kopi dan nyamikan pun dihidangkan, oleh perempuan muda
yang tampaknya masih terlihat sedih. "Silakan diminum nak, ya adanya
hanya ini. Itu anak perempuan saya, kalau anak melihat dia tampak muram
itu karena sedih baru saja ditinggal mati tunangannya," bisik orang tua
itu.
Bowo dan Dimas tampak mengangguk-angguk. Namun mata Dimas
yang terkenal mata keranjang mencoba mencuri pandang pada si wanita muda
itu. Dalam pandangannya ia melihat perempuan muda itu sangat cantik.
Wajahnya sangat mirip dengan Sarah Azhari, salah satu bintang film dan
sinetron yang terkenal karena seksi itu.
Ketika asyik ngobrol
tiba-tiba Pak Tua minta pamit. Katanya ingin melihat ladangnya di
pinggir hutan. Bowo dan Dimas hanya bisa mengangguk-angguk. "Titip anak
saya ya pada anak berdua, kalau bisa hiburlah dia agar bisa melupakan
kesedihannya."
Setelah itu Pak Tua itu mengambil caping dan
keluar dari gubuk untuk menuju ladang. Ternyata walau mukanya masih
terlihat sedih perempuan muda itu mau diajak ngobrol. Apalagi Dimas yang
terkenal playboy itu mampu mengajak menarik perempuan muda yang
kemudian memperkenalkan diri dengan Menur itu mau untuk diajak ngobrol.
Kepandaian bicara Dimas juga wajah tampannya membuat obrolan yang
tadinya bertiga jadi berdua, karena Bowo jadi tersingkir dari gelanggang
pembicaraan.
Dalam istilah sekarang jadi obat nyamuk. Merasa tak
dianggap, Bowo pun keluar rumah dengan alasan mencari angin. Sementara
yang di dalam pembicaraan makin menarik. Bahkan sepasang anak cucu Adam
itu mulai cubit-cubitan. Menur terlihat makin aleman. Dimas yang pandai
merayu seperti di atas angin. Apalagi ketika Menur mengajak untuk bicara
di dalam kamar. Bowo yang berada di luar sebenarnya memberi isyarat
pada Dimas untuk tetap menjaga kesopanan, namun tak diindahkan. Bowo
makin berdebar-debar, jangan-jangan nanti kalau pulang dari ladang Pak
Tua mempergoki ulah Dimas dan Menur. Dengan hati mangkel Bowo duduk di
bangku panjang yang berada di teritisan. Tak lama ia pun tertidur.
Paginya
saat bangun ternyata ia tertidur di bawah pohon, rumah gubuk yang tadi
ada itu ternyata merupakan gua. Ia kaget karena mendapatkan Dimas
temannya tampak merintih kesakitan. Mukanya berdarah seperti
dicakar-cakar binatang buas, luka-luka mengerikan juga terlihat di
sekujur tubuh yang lain seperti dada, perut dan kaki.
Ia hanya bisa
merintih tak berdaya, Bowo pun kesulitan untuk membawa pulang. Dari jauh
terdengar auman harimau yang membuat suasana semakin ngeri.
Untung
saja pagi itu harimau tampaknya telah menjauhi tempat itu. Dilihat dari
suaranya tampaknya hanya seperti memberi isyarat kalau mereka telah
puas membalas dendam. Ternyata gua itu letaknya tak jauh dari pemukiman,
akhirnya dengan dibantu warga pinggiran hutan Dimas bisa dilarikan ke
rumah sakit. Nyawa Dimas memang bisa terselamatkan, namun ia harus
menderita cacat pada muka. Wajahnya yang dulu tampan kini menjadi
mengerikan.
Kepada Bowo sahabat karibnya, Dimas cerita kalau malam
itu Menur tampak agresif. Bahkan dia yang berinisiatif untuk mengajaknya
masuk ke kamar.
Dimas yang tampaknya sudah masuk dalam jebakan
harimau siluman itu semakin melayang-layang. Namun saat akan mencapai
puncak, tiba-tiba Menur tampak berubah wajahnya menjadi wajah harimau.
Sekujur tubuhnya juga berbulu loreng-loreng.
"Kau yang membunuh
kekasihku, kini kau harus mati!" Melihat perubahan, Dimas pun kaget.
Namun untuk melepaskan diri sudah tak mungkin.Ia seperti tidak berdaya
dengan cakaran harimau betina itu. Darah mulai mengucur di sekujur
tubuhnya. Nyawanya nyaris melayang, kalau tidak datang seekor harimau
lagi. Sang harimau bersuara mirip suara Pak Tua yang membukakan pintu
kemarin.
"Sudahlah, dia sudah mendapat akibat yang telah
diperbuat. Biarlah Tuhan yang menghukumnya nanti," cerita Dimas dengan
suara tangis terisak. Dua harimau itu kemudian meninggalkannya. Ia
kemudian hanya bisa merintih kemudian pingsan.
Baru sadar ketika
sudah berada di rumah sakit. Kini Dimas sudah kapok dengan hobi
berburunya. Bahkan dia juga terlihat lebih taat dalam menjalankan ajaran
agamanya.
Sumber : Hamid Nuri (misteri)
indospiritual.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar