Pada masa Brawijaya 1 sampai turun ke 4 tahta selanjutnya, tatkala sir
wingit telah merasuki tubuh makhluk hidup dan keseimbangan bathin sudah
diambang keumuman, saat itulah kesaktian bentuk ilmu bagian dari
kehidupan manusia hingga suatu keterbatasan tidak lagi menjadi
penghalang. Terciptalah zaman di mana manusia dan makhluk tak kasat mata
saling berkomunikasi secara bebas. Wahyu ning zaman para Dewa,
menjadikan masa kala itu disebut kejawen jawi, yang mengedepankan makna
keluhuran bagi umat manusia.
Perjalanan pulau Jawa, sejak zaman sanghiyang Bangau (sebelum masa
WaliSongo) seluruh peradaban manusia pada masa itu terbagi menjadi tiga
golongan, Manusia, Lelembut, dan Siluman dari bangsa seleman. Dari
seluruh golongan ini akhirnya terpecah menjadi dua bagian yaitu, aliran
putih dan hitam. Kisah terbaginya golongan ini pada akhirnya
mendatangkan peperangan hingga turun sampai ke zaman di mana WaliSongo,
dilahirkan.
Tersebutlah nama dari sekian banyaknya para tokoh
sakti beraliran hitam kala itu "Setan Kober" sosok setengah siluman yang
banyak membawa risalah pertumpahan darah bagi seluruh umat manusia.
Setan Kober, nama yang sangat melegendaris bagi seluruh aliran hitam
sejak kerajaan Majapahit pertama didirikan. Bercerita tentang ilmu
kesaktian, beliau belum pernah terkalahkan oleh siapapun juga pada masa
kejayaannya, Setan Kober, telah menunjukkan pada dunia bahwa dirinya
pernah menjabat sebagai guru besar tujuh aliran sekaligus selama 473
tahun lamanya. Di antara tujuh aliran yang dimaksud adalah, bangsa
manusia, lelembut dari alam laut, bangsa jin segala penjuru alam, bangsa
togog dari zaman purwacarita, bangsa siluman seleman, bangsa perkayang
bumi lapis tiga dan bangsa ngahyang.
Asal usul Setan Kober,
terlahir dari seorang Banaspati agung di zaman purwacarita sepuluh
bernama, Raja Lautan, berasal dari keturunan siluman selemen / bangsa
api. Dari hikayat yang ada, Raja Lautan, pernah dikalahkan satu kali
dalam hidupnya oleh Nabiyullah Hidir AS, dimasa kejayaan Alexandria
Agung. Sebuah kontemplasi yang Misteri lakukan, ternyata Setan Kober,
mempunyai tempat tinggal selayaknya manusia pada umumnya, yaitu, di
dalam hutan Panji, didaerah perbatasan antara Cibogo, Benda Kerep, dan
pemahaman ini pernah juga tersirat dalam bukunya RA, Suladiningrat
Kesepuluhan, yang berjudul "Babad Tanah Cirebon". Bercerita tentang
rumah Setan Kober, hampir keseluruhan bangunannya terbuat dari tulang
belulang binatang dan manusia. Dan dibelakang rumahnya berdiri kokoh
satu pendopo yang terbuat dari beraneka tulang macan, kujang, kerbau dan
singa. Kesehariannya, beliau lebih banyak menghabiskan waktunya di
pendopo untuk mengajarkan beragam ilmu kepada muridnya yang berasal dari
beragam golongan dan bila waktu senggang, beliau banyak mengarahkan
waktunya untuk menciptakan bilahan keris sakti mandraguna, dan keris
buatannya sampai kini masih banyak dimiliki sebagian ahlul bathin.
Seperti
halnya gambar keris diatas, keris ini buatan asli tangan Setan Kober,
yang beliau berikan pada Pangeran Arya Panangsang, sebelum belaiu
terbunuh oleh Jaka Tingkir, dan pada perang gerilya Indonesia, lewat
sebuah hawatir akhirnya keris ini diberikan kepada pangeran Diponogoro,
dan baru muncul kembali setelah sekian lama menghilang ditahun 2007,
kini keris ini masih dilestarikan sebagai sarana derajat dalam pemilihan
seorang pemimpin. Di masa raja Jawa, nama Setan Kober, selalu
disebut-sebut sebagai orang nomor satu dunia persilatan, beliau kerap
menjadi jawara pilih tanding yang banyak dimanfaatkan oleh para raja
Jawa sebagai pembunuh bayaran. Bahkan dimasa Brawijaya ke-5, beliau
kerap menjadi ahli strategi perang istana Majapahit, dalam mengalahkan
ratusan panglima pilihan seluruh kerajaan yang ada di belahan dunia.
Baru namanya surut dan akhirnya ngahyang selamanya, akibat perasaan malu
setelah beliau dikalahkan oleh jawara sakti pangeran Suto Wijaya
Gebang. Bagaimana kisah ini bisa terjadi ? Inilah simakannya.
Dimasa
perang antara Majapahit dan Demak Bintiri, yang pada saat itu rajanya
bernama Raden Fatah, dengan dibantukan 101 Waliyullah, dibawah komando
panglima besar Sunan Kudus. Tujuh belas tahun, dua kerajaan ini pernah
terlibat sengit dan 24 kali mereka bertemu dalam peperangan hebat, 18
kali Majapahit menyerang Demak, dan 6 kali Demak balik menyerang
Majapahit. Wilayah yang pernah menjadi pertumpahan darah antara
Majapahit dan Demak Bintoro, diantaranya, Magelang, Sragen, Banyu Wangi,
Kudus, Klaten, Tidar, Madura, Lasem, Purwo Rejo, Yogya, Batang,
Semarang dan Surabaya. Dengan strategi yang matang, Setan Kober, yang
kala itu menjadi bagian kerajaan Majapahit, mulai menyebar aksinya
dibeberapa pelosok desa terpencil dengan cara membunuh satu persatu para
jawara Islam yang dianggapnya telah berkomplot dengan kerajaan Demak
Bintoro.
Bahkan disamping lainnya Setan Kober, mulai menyusun
kekuatan dengan mendatangi dedengkot aliran hitam dipenjuru pelosok
desa, diantara nama aliran hitam yang pernah bergabung dengannya,
Pangeran Tepak Palimanan, Pangeran Telaga Herang, Pangeran Ucuk Umum
Banten, Pangeran Lodaya Indramayu, sebelum masuk Islam, Pangeran Samber
Nyawa dari daerah Cuci Manah, Pangeran Kebo Kinabrang dari gunung
Tangkuban Perahu, Ki Gede Jalu, dari Brebes, Ki Gede Kapetakan, Ki Gede
Lewimunding, Ki Gede Tegal Gubug, sebelum masuk Islam, Ki Gede Purba
Lanang, siluman air daerah gunung Tidar Jateng, Ki Janggala Wesi, dari
siluman seleman, dan lainnya. Pada perang ke 17, kerajaan Islam Jawa,
pernah dikalahkan dengan terbunuhnya beberapa Waliyullah, diantaranya
Sunan Udung, Sunan Pajang, Sunan Beling, Sunan Persik, Sunan Odong,
Sunan Rohmat, Sunan Qoyyim dan Sunan Menjangan atau Pangeran Sambar
Nyawa. Namun dalam sejarah lain menyebutkan, kekalahan Islam pada waktu
itu akibat bangsa Waliyullah, tidak semuanya turun ke medan laga
dikarenakan mereka sedang berkabung atas wafatnya Sunan Ampel, salah
satu WaliSongo, sehingga kala itu para Waliyullah, lebih banyak ta’ziah
datang ke daerah Ampel.
Di lain pihak setelah kekalahan Islam
mulai menjadi buah bibir dikalangan masyarakat luas, Sunan Gunung Jati,
Pangeran WalangSungsang, Sunan KaliJaga, Sunan Kudus dan Sulthan
Hasanuddin Banten, mulai merapatkan barisan dengan memilih diantaranya
untuk mencari beberapa tokoh aliran hitam. Pada masa itu yang diutus
untuk menandingi kesaktian aliran hitam diantaranya, pangeran
WalangSungsang atau Mbah Kuwu Cakra Buana, Sunan KaliJaga, pangeran Arya
Kemuning, Syeikh Muhyi muda Tasik, Nyaimas Gandasari, Panguragan,
Syeikh Suto Wijaya Gebang, pangeran Hasanuddin Banten, Syeikh Sapu Jagat
dan Syeikh Magelung Sakti.
Lewat mandat Sunan Gunung Jati,
mereka bergerak dengan cara terpisah, dan lewat perjalanan panjang
selama tujuh tahun lamanya, mereka akhirnya bisa menaklukkan seluruh
bangsa aliran hitam. Namun hal semacam itu bukan berarti mereka mudah
menandingi ilmu dedengkot para aliran hitam melainkan butuh perjuangan
dan kesiapan matang, sebab dalam menjalankan tugas ini mereka juga
pernah dikalahkan sewaktu duel kesaktian bersama dedengkot aliran hitam.
Seperti
pangeran Arya Kemuning misalnya, beliau pernah berhadapan dengan
dedengkot aliran hitam pangeran Telaga Herang, namun dalam adu kesaktian
Arya Kemuning bisa dikalahkan dengan mudah, baru saat perang tanding
dengan Syeikh Muhyi muda Tasik, pangeran Telaga Herang, kalah telak dan
akhirnya ngahyang sampai sekarang. Juga Nyimas Gandasari, yang kala itu
ditugaskan untuk menangkap pangeran Ucuk Umum, beliau kalah dalam adu
kesaktian, baru tatkala Mbah Kuwu Cakra Buana, turun ke laga, pangeran
Ucuk Umun, bisa dikalahkan dan akhirnya ngahyang selamanya, kisah ini
terjadi di pantai Karang Bolong Banten.
Sunan KaliJaga, beliau
pernah dikalahkan oleh pangeran Tepak Palimanan, dalam penaklukkan
wilayah Cirebon, kekalahan Sunan KaliJaga, akibat campur tangan Prabu
Siliwangi, dan baru setelah kedatangan pangeran Arya Kemuning dan Mbah
Kuwu Cakra Buana, pangeran Tepak Palimanan, bisa terbunuh dengan kepala
terpotong dari raganya, kisah ini terjadi dipuncak bukit Palimanan, yang
bernama gunung Tugel. Kembali ke cerita asal, pertempuran antara
pangeran Suto Wijaya Gebang, dengan Setan Kober, di daerah hutan Pranji,
tidak bisa dihindarkan lagi, kedua musuh bebuyutan ini saling
mengerahkan kesaktiannya hingga sampai 40 hari lamanya.
Dalam
perkelahian panjang ini akhirnya dimenangkan oleh pangeran Suto Wijaya,
sehingga Setan Kober, akhirnya ngahyang dihutan Pranji, selamanya. Kisah
terkalahkannya Setan Kober, akhirnya jadi perbincangan orang banyak
sehingga Mbah Kuwu Cakra Buana, selaku gurunya sangat khawatir. Pasalnya
sejak kejadian itu pangeran Suto Wijaya, diangkat menjadi seorang
pemimpin oleh seluruh bangsa gaibiah sehingga Mbah Kuwu Cakra Buana,
merasa takut ilmu yang beliau berikan selama ini disalah gunakan oleh
murid-muridnya.
Dalam sejarah babad tanah Jawa, ilmu pangeran
Suto Wijaya Gebang, satu-satunya Ilmu paling ditakuti oelh seluruh
bangsa siluman atau gaibiyah, ilmu yang dimilikinya adalah "Syahadat
Majmal" dimana ilmu ini dibacakan maka seluruh gaibiyah yang ada akan
mengikuti ucapan kita, bahkan dalam perang tanding melawan Setan Kober,
ilmu inilah yang menjadi andalannya hingga Setan Kober sendiri, harus
menerima kekalahannya dengan tubuh terbakar. Dalam kisah lain diceritan,
setelah satu tahun Setan Kober, dikalahkan, pangeran Suto Wijaya
Gebang, bilau akhirnya dipanggil menghadap Mbah Kuwu Cakra Buana,
‘Andika, bagaimanapun juga dirimu telah menjadi orang yang ditakuti
seluruh makhluk tak kasat mata, namun menurutku, jauhkan ilmu itu
sehingga antara manusia dengan bangsa gaib ini tetap lestari selamanya,
sebab kasian bagi yang lain, dengan adanya ilmu yang andika miliki
sekarang, maka seluruh bangsa gaib akan punya batasan tertentu yang
menjadikan mereka percaya hanya pada Andika".
Dengan patuh
pangeran Suto Wijaya mengiyakannya, tanda beliau setuju dengan ucapan
gurunya. Namun lain sifat lain pula kenyataannya. Ya… Benar juga ucapan
Mbah Kuwu Cakra Buana, walau pangeran Suto Wijaya, sudah menerima atas
mandat gurunya akan tetapi para muridnya yang berasal dari bangsa
siluman dan gaib lainnya, hanya tunduk pada majikannya bukan pada orang
lain sehingga walau Mbah Kuwu Cakra Buana, adalah gurunya pangeran Suto
Wijaya, dengan cara sembunyi tangan akhirnya mereka tidak menerima
pengakuan Mbah Kuwu Cakra Buana, dengan cara menyerang seluruh kerathon
Pakung Wati Cirebon. Dalam hal ini Mbah Kuwu Cakra Buana, tidak tinggal
diam, beliau langsung menghadapinya dengan pusaka "Golok Cawang" dan
akhirnya seluruh bangsa gaib bisa dikalahkan dengan mudah.
Dengan
kejadian ini Mbah Kuwu Cakra Buana, akhirnya menciptakan satu ilmu
tandingan yaitu, Qutho Qosot, yang bertajuk: "Syetan, jin, perkayang,
dedemit, lelembut dan lainnya akan tunduk atas namaku" dan sebelum kisah
ini berakhir ada baiknya kita semua tahu bahwa, walau Setan Kober,
telah ngahyang selamanya, namun beliau telah mempunyai satu putra
sebagai generasi penerusnya yaitu "Banaspati" yang kini masih menjadi
prokontra kalayak ahli bathin.
Sumber : Idris Nawawi (Misteri)
indospiritual.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar