Siapa pun dia, bila menginginkan sesuatu yang luarbiasa, maka ia pun
harus melakukan sesuatu yang luarbiasa pula. Tidak ada alasan baginya
untuk bermalas-malasan atau bersedih hati, karena justru itulah yang
akan menjauhkannya dari prestasi gemilang.
Seorang yang bersedih hati akan senantiasa di dalam kekangan. Ia
tidak bisa bebas lepas menghirup kehidupan sebagai manusia sempurna,
lantaran jiwanya terpenjara kebutuhan duniawi yang menipu. Setiap kali
ia berhasil mencapai sesuatu yang menyangkut duniawinya, maka sejak saat
itu pula kebebasannya makin tergadaikan. Tak menambahkan kebebasannya
dalam arti hakekat, karena justru semakin membuatnya terikat beban berat
tanggung jawab di hadapan Tuhan.
Makanya, jangan memandang kebebasan
seseorang dari banyaknya kepemilikan duniawi. Tapi lihatlah tentang
berapa banyak kepemilikannya dalam urusan ukhrawi. Seorang yang terlalu
banyak memiliki harta duniawi akan terikat dalam kebebasannya, sedangkan
mereka yang miskin dalam kepemilikan duniawi akan senantiasa lepas
bebas dalam kehidupannya. Ia pun terus melaju dengan kendaraan yang
paling cepat (taqwa), sehingga tiba di rumah tujuan (ridha-Nya) dengan
selamat dan lebih awal.
Ya. Terlepaslah dari sosok yang munafik, karena Allah telah
melepaskan diri darinya. Bumi pun telah dibersihkan dari orang semacam
ini, meski tampak di penuhi olehnya. Namun engkau dan orang munafik sama
saja dalam hal kebodohan. Padahal sebentar lagi cacing-cacing pengurai
akan memakan seluruh anggota badanmu. Sementara bumi pun terus
menghimpitmu dengan sesak yang luarbiasa. Yang menjadikannya remuk dan
kembali ke asalnya; tanah.
Engkau memang tidak pernah mengakui, bahkan menyadari tentang
kemunafikkan dirimu. Tapi semua yang kau lakukan dalam hidup adalah
setiap perilaku munafik. Lihatlah, saat dirimu mengetahui bahwa tidak
mematuhi hukum Allah SWT adalah dosa, namun dirimu tetap saja gemar
melakukannya. Engkau juga sangat paham bahwa maksiat dan zina adalah
suatu dosa yang besar, tapi itu tidak membuatmu ketakutan, justru terus
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Engkau telah mengetahui
bahwa perbuatan riya` adalah sesuatu yang Dia benci, tapi
dirimu senang melakukannya. Atau berlaku sombong adalah sesuatu yang
paling dibenci oleh-Nya, namun engkau tetap saja kerap melakukannya.
Bahkan meski pun engkau sangat mengerti bahwa korupsi adalah perbuatan
zalim, tapi tetap saja menyukainya sebagai bentuk kepuasaan diri.
Sungguh, engkau telah tertipu mentah-mentah dengan duniawi ini.
Engkau memang sudah menjadi budak dari hawa nafsumu sendiri. Padahal
mestinya engkau terus berperang dengan mereka dan tidak pernah setuju
dengan tawaran perdamaiannya. Engkau pun seharusnya tetap berjuang dan
tidak pernah menyerah, meski kesedihan adalah ancamannya. Walau pun
nyawa menjadi taruhannya.
Hendaklah engkau menjalin persahabatan dengan orang shalih dan para
ulama yang bertaqwa. Sebab, dengan berkumpul bersama mereka, maka jiwamu
akan meraih ketenangan sedangkan hatimu akan di taburi cahaya
kemuliaan. Sebaliknya, jangan bergaul dengan orang yang tampak sebagai
pribadi alim tapi sebenarnya tidak memiliki identitas itu. Karena
berdekatan dengan mereka akan berakibat buruk bagimu. Terlebih saat
engkau terus bersamanya dalam kesenangan badani, maka dirimu akan celaka
di hadapan Diri Yang Maha Kuasa.
Terus kejar kemampuan hatimu dengan tetap mengikuti orang yang hatinya telah berada di dekat Kekasihnya.
Beramallah untuk-Nya dengan selalu mencontoh amalan orang yang
cintanya hanya untuk Kekasihnya. Yang pekerjaannya adalah untuk Diri
Kekasihnya. Karena barangsiapa yang mengharap kedekatan dengan Sang
Kekasih, tapi ia terus mendua kepada selain-Nya, maka Dia pun akan
senang pergi menjauhi.
Demikianlah jika seseorang telah melepaskan kesedihan yang kerap
menghampiri kehidupannya. Ia akan terbang bebas dan mengalahkan laju
pesawat terbang bermesin jet. Sehingga hati dan jiwanya pun ikut terbang
bebas dan terlepas dari penderitaan. Namun, jika ia tetap saja
terbelenggu kesedihan – yang keliru – maka bisa dipastikan kehidupannya
akan suram, sedangkan hati dan jiwanya akan terkekang penderitaan.
Untuk itu, mengapa tetap saja engkau mau mendekat pada sesuatu yang
tidak membuatmu bahagia? Apakah dirimu masih saja tidak mempercayai
bahwa Dia adalah Maha Pengasih, dengan terus meragui tentang hakekat
perintah dan larangan-Nya? Engkau pernah mengatakan bahwa hanya Dia saja
yang patuh untuk diikuti dan diyakini, tetapi hatimu tetap saja
mengingkari-Nya. Dirimu beranggapan bahwa Dia-lah yang terbaik dalam
memberikan anugerah dan rezki, tetapi mengapa masih saja ragu akan
kehendak-Nya Yang Absolut?
Jangan begitu hai manusia, jadikan dirimu sebenar-benarnya hamba yang
patuh dan tulus. Ikuti saja setiap kehendak-Nya itu hanya dengan
perasaan sadar dan patuh. Tidak perlu protes, melainkan cukup menerima
apa adanya dari setiap aturan-Nya, dengan tidak meninggalkan daya pikir
dan naluri.
Ya. Amal ibadah terbaik seorang hamba adalah shalat. Sebab dengan
melakukannya secara benar (sesuai hakekatnya), maka semua kebutuhan akan
terpenuhi. Baik untuk urusan sesama makhluk maupun dalam urusan kepada
Tuhan. Dan jika ia memang benar-benar mengamalkan nilai shalat sesuai
dengan contoh dari kekasih-Nya (Rasulullah SAW), maka berbagai ilmu dan
jihad bisa di lakukan dalam kehidupan.
Shalat yang sesungguhnya adalah tindakan yang tidak tampak di lingkup
zahiriah saja, tetapi bersamaan dengan batiniahnya. Tidak pula hanya
sebatas ucapan dan perbuatan tubuh, melainkan langsung seiring dengan
hatinya. Tapi engkau kebanyakannya shalat pada tingkatan badani saja.
Setiap di lima waktunya, maka dirimu hanya mengerjakan ritualitas, tanpa
di barengi kesadaran hati. Laksana keledai yang membawa tumpukan buku
di atas punggungnya.
Inilah sebenarnya orang yang sakit jiwa meski sehat badannya. Ia
berakal, tapi dungu cara berpikirnya. Baginya, setiap melakukan shalat
di lima waktu sudah tuntas melaksanakan shalat sejati. Ia pun merasa
telah gugur kewajibannya saat selesai menunaikan shalat. Sehingga setiap
mengerjakan shalat di lima waktu (subuh, zuhur, ashar, magrib dan
isya`) ia pun di penuhi perbuatan riya` dan munafik. Padahal
shalat yang sejati adalah ibadah kepada Allah – mengikuti perintah-Nya
dan menjauhi setiap larangan-Nya – di sepanjang waktu, tanpa ada jeda.
O… Sungguh rugi dan kasihan bagi siapa saja yang terus menunaikan
sembahyang tanpa dibarengi dengan shalat yang hakiki. Sebab, sembahyang
dengan shalat itu tidak sama. Jika sembahnyang itu adalah laporan
seorang hamba kepada Tuhannya di lima waktu, sedangkan shalat adalah
ibadah yang sesungguhnya selama 24 jam dalam sehari. Di setiap detiknya
ia akan selalu mematuhi perintah-Nya dan di semua helaan napas atau
gerak-gerik kehidupan, maka ia pun terus berusaha menjauhi setiap jenis
larangan-Nya dengan kesadaran pekerti.
Ya. Demikianlah Allah tidak sudi mencampur setiap amal dan ibadah
dari hamba-Nya. Jika seseorang hanya mengerjakan sembahyang, maka ia
tetap akan digolongkan sebagai yang mengerjakan sembahyang. Tetapi saat
ia menunaikan shalat di setiap waktu dalam sehari, maka barulah ia di
golongkan sebagai hamba yang mendirikan shalat. Sebab, shalat yang
sejati adalah juga harus menunaikan sembahyang di lima waktunya. Baru
kemudian ia bisa dikatakan telah shalat secara sempurna. Sedangkan
sembahyang baru sebatas laporan seseorang atas perbuatan yang dilakukan
sebelumnya. Itu pun belum tentu di terima, karena apa yang dilaporkan
itu haruslah sesuai dengan ketentuan-Nya yang berlaku. Jika sebelumnya
ia melakukan banyak kebajikan, maka di terimalah amal ibadahnya. Namun,
jika sebelumnya ia hanya melakukan perbuatan yang batil, maka pastilah
tidak akan di terima amalannya itu, alias berdosa.
Wahai orang bodoh yang mengharapkan banyak pahala tanpa memikirkan
bagaimana pahala itu bisa didapatkan. Engkau selalu berhitung dengan
amal perbuatanmu, padahal apakah Tuhan pernah berhitung atas nikmat dan
karunia-Nya kepadamu? Sadarilah, bahwa jika seumur hidup engkau terus
melakukan ibadah tanpa istirahat dan tidur, maka itu belum cukup untuk
membalas nikmat-Nya, meski secuil. Sehingga alangkah baiknya jika engkau
tetap pada kendali-Nya; yaitu dengan tunduk dan patuh pada setiap
kehendak-Nya (Al-Qur`an dan As-Sunnah). Jalani saja dengan terus
berusaha mengkaji kandungan dari firman-Nya, niscaya kebahagiaan dan
keselamatan akan memenuhi kehidupanmu di dua dunia.
Ya. Jadilah pribadi yang setiap tindak tanduknya adalah keikhlasan.
Setiap perilakunya adalah ketulusan dan penghambaan kepada Diri Yang
Tertinggi. Sebab, pada setiap kelompok manusia ada yang mencintai Dia
namun banyak pula yang membenci-Nya. Sehingga jadikan dirimu sebagai
seorang yang tidak pernah melakukan sesuatu pun kecuali hanya demi Dia.
Tidak mengharapkan sesuatu, kecuali Dia.
Sungguh, kalian semua berada dalam pengawasan-Nya tanpa sedikit pun
terlewatkan. Jangan bodoh, dengan merasa bahwa dia pernah tidur dan
lalai dalam kehendak-Nya. Karena, sementara engkau merasa begitu, maka
dia terus mengawasimu dalam pengawasan yang lebih ketat. Atau dalam
ketidaksadaranmu itu, engkau justru membinasakan dirimu sendiri. Yaitu
dengan memasukkan dirimu sebagai anggota tetap kaum munafik di dalam
kemurkaan-Nya.
Hendaklah engkau segera bertobat, karena kaum munafik ini adalah
mereka yang menjadi musuh terbesar orang beriman. Dan ketika engkau
menjadi musuh dari orang yang beriman, maka sudah dipastikan tidak ada
kebaikan untukmu. Allah pun tidak akan memberikan ridha-Nya di setiap
perbuatanmu, meskipun itu luarbiasa, sehingga yang tertinggal hanyalah
kecelakaan.
Makanya, tunjukkan bahwa dirimu adalah manusia yang sebenarnya.
Dengan akal, pikiran dan hatimu, gunakanlah kemampuan yang dimiliki
sebagai wujud mencintai-Nya dan patuh kepada-Nya. Bukalah mata hatimu
lebar-lebar, sehingga engkau pun tidak perlu bertanya tentang sesuatu
yang tidak perlu ditanyakan lagi; yaitu hakekat Dzat Tuhan. Tetapi cukup
dengan sikap patuh pada perintah-Nya dan merasa malu bila tidak bisa
menunaikannya secara benar.
Ingatlah Dia dengan senantiasa merunduk taat kepada-Nya. Akuilah
dosa-dosamu terhadap-Nya. Sebab, kehebatan dirimu sebenarnya adalah saat
engkau sadar akan kesalahan dan segera meminta ampun kepada-Nya, lalu
tidak mengulanginya kembali. Yang karena itu, maka engkau pun akan benar
dalam bersikap santun kepada Kekasihmu. Sehingga Ia pun akan
menyukainya dalam keridhaan.
Fathoni Mahardika
Source http://oediku.wordpress.com
[Cuplikan dari buku "Kesedihan yang Indah", karya: Mashudi Antoro]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar