Selasa, 14 Agustus 2012

Melepaskan Diri dari Kesedihan


Siapa pun dia, bila menginginkan sesuatu yang luarbiasa, maka ia pun harus melakukan sesuatu yang luarbiasa pula. Tidak ada alasan baginya untuk bermalas-malasan atau bersedih hati, karena justru itulah yang akan menjauhkannya dari prestasi gemilang.
Seorang yang bersedih hati akan senantiasa di dalam kekangan. Ia tidak bisa bebas lepas menghirup kehidupan sebagai manusia sempurna, lantaran jiwanya terpenjara kebutuhan duniawi yang menipu. Setiap kali ia berhasil mencapai sesuatu yang menyangkut duniawinya, maka sejak saat itu pula kebebasannya makin tergadaikan. Tak menambahkan kebebasannya dalam arti hakekat, karena justru semakin membuatnya terikat beban berat tanggung jawab di hadapan Tuhan.
Makanya, jangan memandang kebebasan seseorang dari banyaknya kepemilikan duniawi. Tapi lihatlah tentang berapa banyak kepemilikannya dalam urusan ukhrawi. Seorang yang terlalu banyak memiliki harta duniawi akan terikat dalam kebebasannya, sedangkan mereka yang miskin dalam kepemilikan duniawi akan senantiasa lepas bebas dalam kehidupannya. Ia pun terus melaju dengan kendaraan yang paling cepat (taqwa), sehingga tiba di rumah tujuan (ridha-Nya) dengan selamat dan lebih awal.
Ya. Terlepaslah dari sosok yang munafik, karena Allah telah melepaskan diri darinya. Bumi pun telah dibersihkan dari orang semacam ini, meski tampak di penuhi olehnya. Namun engkau dan orang munafik sama saja dalam hal kebodohan. Padahal sebentar lagi cacing-cacing pengurai akan memakan seluruh anggota badanmu. Sementara bumi pun terus menghimpitmu dengan sesak yang luarbiasa. Yang menjadikannya remuk dan kembali ke asalnya; tanah.
Engkau memang tidak pernah mengakui, bahkan menyadari tentang kemunafikkan dirimu. Tapi semua yang kau lakukan dalam hidup adalah setiap perilaku munafik. Lihatlah, saat dirimu mengetahui bahwa tidak mematuhi hukum Allah SWT adalah dosa, namun dirimu tetap saja gemar melakukannya. Engkau juga sangat paham bahwa maksiat dan zina adalah suatu dosa yang besar, tapi itu tidak membuatmu ketakutan, justru terus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Engkau telah mengetahui bahwa perbuatan riya` adalah sesuatu yang Dia benci, tapi dirimu senang  melakukannya.  Atau berlaku sombong adalah sesuatu yang paling dibenci oleh-Nya, namun engkau tetap saja kerap melakukannya. Bahkan meski pun engkau sangat mengerti bahwa korupsi adalah perbuatan zalim, tapi tetap saja menyukainya sebagai bentuk kepuasaan diri.
Sungguh, engkau telah tertipu mentah-mentah dengan duniawi ini. Engkau memang sudah menjadi budak dari hawa nafsumu sendiri. Padahal mestinya engkau terus berperang dengan mereka dan tidak pernah setuju dengan tawaran perdamaiannya. Engkau pun seharusnya tetap berjuang dan tidak pernah menyerah, meski kesedihan adalah ancamannya. Walau pun nyawa menjadi taruhannya.

Hendaklah engkau menjalin persahabatan dengan orang shalih dan para ulama yang bertaqwa. Sebab, dengan berkumpul bersama mereka, maka jiwamu akan meraih ketenangan sedangkan hatimu akan di taburi cahaya kemuliaan. Sebaliknya, jangan bergaul dengan orang yang tampak sebagai pribadi alim tapi sebenarnya tidak memiliki identitas itu. Karena berdekatan dengan mereka akan berakibat buruk bagimu. Terlebih saat engkau terus bersamanya dalam kesenangan badani, maka dirimu akan celaka di hadapan Diri Yang Maha Kuasa.
Terus kejar kemampuan hatimu dengan tetap mengikuti orang yang hatinya telah berada di dekat Kekasihnya.

Beramallah untuk-Nya dengan selalu mencontoh amalan orang yang cintanya hanya untuk Kekasihnya. Yang pekerjaannya adalah untuk Diri Kekasihnya. Karena barangsiapa yang mengharap kedekatan dengan Sang Kekasih, tapi ia terus mendua kepada selain-Nya, maka Dia pun akan senang pergi menjauhi.
Demikianlah jika seseorang telah melepaskan kesedihan yang kerap menghampiri kehidupannya. Ia akan terbang bebas dan mengalahkan laju pesawat terbang bermesin jet. Sehingga hati dan jiwanya pun ikut terbang bebas dan terlepas dari penderitaan. Namun, jika ia tetap saja terbelenggu kesedihan – yang keliru – maka bisa dipastikan kehidupannya akan suram, sedangkan hati dan jiwanya akan terkekang penderitaan.
Untuk itu, mengapa tetap saja engkau mau mendekat pada sesuatu yang tidak membuatmu bahagia? Apakah dirimu masih saja tidak mempercayai bahwa Dia adalah Maha Pengasih, dengan terus meragui tentang hakekat perintah dan larangan-Nya? Engkau pernah mengatakan bahwa hanya Dia saja yang patuh untuk diikuti dan diyakini, tetapi hatimu tetap saja mengingkari-Nya. Dirimu beranggapan bahwa Dia-lah yang terbaik dalam memberikan anugerah dan rezki, tetapi mengapa masih saja ragu akan kehendak-Nya Yang Absolut?
Jangan begitu hai manusia, jadikan dirimu sebenar-benarnya hamba yang patuh dan tulus. Ikuti saja setiap kehendak-Nya itu hanya dengan perasaan sadar dan patuh. Tidak perlu protes, melainkan cukup menerima apa adanya dari setiap aturan-Nya, dengan tidak meninggalkan daya pikir dan naluri.
Ya. Amal ibadah terbaik seorang hamba adalah shalat. Sebab dengan melakukannya secara benar (sesuai hakekatnya), maka semua kebutuhan akan terpenuhi. Baik untuk urusan sesama makhluk maupun dalam urusan kepada Tuhan. Dan jika ia memang benar-benar mengamalkan nilai shalat sesuai dengan contoh dari kekasih-Nya (Rasulullah SAW), maka berbagai ilmu dan jihad bisa di lakukan dalam kehidupan.
Shalat yang sesungguhnya adalah tindakan yang tidak tampak di lingkup zahiriah saja, tetapi bersamaan dengan batiniahnya. Tidak pula hanya sebatas ucapan dan perbuatan tubuh, melainkan langsung seiring dengan hatinya. Tapi engkau kebanyakannya shalat pada tingkatan badani saja. Setiap di lima waktunya, maka dirimu hanya mengerjakan ritualitas, tanpa di barengi kesadaran hati. Laksana keledai yang membawa tumpukan buku di atas punggungnya.
Inilah sebenarnya orang yang sakit jiwa meski sehat badannya. Ia berakal, tapi dungu cara berpikirnya. Baginya, setiap melakukan shalat di lima waktu sudah tuntas melaksanakan shalat sejati. Ia pun merasa telah gugur kewajibannya saat selesai menunaikan shalat. Sehingga setiap mengerjakan shalat di lima waktu (subuh, zuhur, ashar, magrib dan isya`) ia pun di penuhi perbuatan riya` dan munafik. Padahal shalat yang sejati adalah ibadah kepada Allah – mengikuti perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya – di sepanjang waktu, tanpa ada jeda.
O… Sungguh rugi dan kasihan bagi siapa saja yang terus menunaikan sembahyang tanpa dibarengi dengan shalat yang hakiki. Sebab, sembahyang dengan shalat itu tidak sama. Jika sembahnyang itu adalah laporan seorang hamba kepada Tuhannya di lima waktu, sedangkan shalat adalah ibadah yang sesungguhnya selama 24 jam dalam sehari. Di setiap detiknya ia akan selalu mematuhi perintah-Nya dan di semua helaan napas atau gerak-gerik kehidupan, maka ia pun terus berusaha menjauhi setiap jenis larangan-Nya dengan kesadaran pekerti.
Ya. Demikianlah Allah tidak sudi mencampur setiap amal dan ibadah dari hamba-Nya. Jika seseorang hanya mengerjakan sembahyang, maka ia tetap akan digolongkan sebagai yang mengerjakan sembahyang. Tetapi saat ia menunaikan shalat di setiap waktu dalam sehari, maka barulah ia di golongkan sebagai hamba yang mendirikan shalat. Sebab, shalat yang sejati adalah juga harus menunaikan sembahyang di lima waktunya. Baru kemudian ia bisa dikatakan telah shalat secara sempurna. Sedangkan sembahyang baru sebatas laporan seseorang atas perbuatan yang dilakukan sebelumnya. Itu pun belum tentu di terima, karena apa yang dilaporkan itu haruslah sesuai dengan ketentuan-Nya yang berlaku. Jika sebelumnya ia melakukan banyak kebajikan, maka di terimalah amal ibadahnya. Namun, jika sebelumnya ia hanya melakukan perbuatan yang batil, maka pastilah tidak akan di terima amalannya itu, alias berdosa.
Wahai orang bodoh yang mengharapkan banyak pahala tanpa memikirkan bagaimana pahala itu bisa didapatkan. Engkau selalu berhitung dengan amal perbuatanmu, padahal apakah Tuhan pernah berhitung atas nikmat dan karunia-Nya kepadamu? Sadarilah, bahwa jika seumur hidup engkau terus melakukan ibadah tanpa istirahat dan tidur, maka itu belum cukup untuk membalas nikmat-Nya, meski secuil. Sehingga alangkah baiknya jika engkau tetap pada kendali-Nya; yaitu dengan tunduk dan patuh pada setiap kehendak-Nya (Al-Qur`an dan As-Sunnah). Jalani saja dengan terus berusaha mengkaji kandungan dari firman-Nya, niscaya kebahagiaan dan keselamatan akan memenuhi kehidupanmu di dua dunia.
Ya. Jadilah pribadi yang setiap tindak tanduknya adalah keikhlasan. Setiap perilakunya adalah ketulusan dan penghambaan kepada Diri Yang Tertinggi. Sebab, pada setiap kelompok manusia ada yang mencintai Dia  namun banyak pula yang membenci-Nya. Sehingga jadikan dirimu sebagai seorang yang tidak pernah melakukan sesuatu pun kecuali hanya demi Dia. Tidak mengharapkan sesuatu, kecuali Dia.
Sungguh, kalian semua berada dalam pengawasan-Nya tanpa sedikit pun terlewatkan. Jangan bodoh, dengan merasa bahwa dia pernah tidur dan lalai dalam kehendak-Nya. Karena, sementara engkau merasa begitu, maka dia terus mengawasimu dalam pengawasan yang lebih ketat. Atau dalam ketidaksadaranmu itu, engkau justru membinasakan dirimu sendiri. Yaitu dengan memasukkan dirimu sebagai anggota tetap kaum munafik di dalam kemurkaan-Nya.
Hendaklah engkau segera bertobat, karena kaum munafik ini adalah mereka yang menjadi musuh terbesar orang beriman. Dan ketika engkau menjadi musuh dari orang yang beriman, maka sudah dipastikan tidak ada kebaikan untukmu. Allah pun tidak akan memberikan ridha-Nya di setiap perbuatanmu, meskipun itu luarbiasa, sehingga yang tertinggal hanyalah kecelakaan.
Makanya, tunjukkan bahwa dirimu adalah manusia yang sebenarnya. Dengan akal, pikiran dan hatimu, gunakanlah kemampuan yang dimiliki sebagai wujud mencintai-Nya dan patuh kepada-Nya. Bukalah mata hatimu lebar-lebar, sehingga engkau pun tidak perlu bertanya tentang sesuatu yang tidak perlu ditanyakan lagi; yaitu hakekat Dzat Tuhan. Tetapi cukup dengan sikap patuh pada perintah-Nya dan merasa malu bila tidak bisa menunaikannya secara benar.
Ingatlah Dia dengan senantiasa merunduk taat kepada-Nya. Akuilah dosa-dosamu terhadap-Nya. Sebab, kehebatan dirimu sebenarnya adalah saat engkau sadar akan kesalahan dan segera meminta ampun kepada-Nya, lalu tidak mengulanginya kembali. Yang karena itu, maka engkau pun akan benar dalam bersikap santun kepada Kekasihmu. Sehingga Ia pun akan menyukainya dalam keridhaan.



Fathoni Mahardika 
Source http://oediku.wordpress.com

[Cuplikan dari buku "Kesedihan yang Indah", karya: Mashudi Antoro]

Tidak ada komentar: